Pengertian Dan Fungsi
Wawancara Menurut Para Ahli
Wawancara, menurut Lexy J
Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan
maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan
langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan
mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian.
Menurut Sutrisno Hadi (
1989:192 ), wawancara, sebagai sesuatu proses tanya-jawab lisan, dalam mana dua
orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka
yang lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri suaranya, tampaknya merupakan
alat pemgumpulan informasi yang langsung tentang beberapa jenis data social,
baik yang terpendam (latent) maupun yang memanifes. Wawancara adalah alat yang
sangat baik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan,
motivations, serta proyeksi seseorang terhadap masa depannya ; mempunyai
kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang serta
rahasia-rahasia hidupnya. Selain itu wawancara juga dapat digunakan untuk
menangkap aksi-reaksi orang dalam bentuk ekspresi dalam pembicaraan-pembicaraan
sewaktu tanya-jawab sedang berjalan. Di tangan seorang pewawancara yang mahir,
wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sekaligus dapat mengecek dan
sebagai bahan ricek ketelitian dan kemantapannya. Keterangan-keterangan verbal
dicek dengan ekspresi-ekspresi muka serta gerak-gerik tubuh, sedangkan ekspresi
dan gerak-gerik dicek dengan pertanyaan-verbal.
Fungsi Wawancara
Fungsi wawancara pada
dasarnya dapat digolongkan ke dalam tiga golongan besar:
(1) sebagai metode primer
Wawancara dijadikan
satu-satunya alat pengumpul data, atau sebagai metode diberi kedudukan yang utama
dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data lainnya.
(2) sebagai metode
pelengkap
Ketika wawancara
digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi yang tidak dapat
diperoleh dengan cara lain.
(3) sebagai kriterium
Pada saat-saat tertentu
metode wawancara digunakan orang untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu
datum yang telah diperoleh dengan cara lain, seperti observasi, test,
kuesioner, dan sebagainya. Dalam fungsinya sebagai kriterium ini, wawancara
harus diselenggarakan dengan berhati-hati sebab untuk dijadikan batu penilai,
wawancara tidak boleh diragukan kemampuannya untuk menggali fakta-fakta secara
teliti.
Dalam tiga golongan
fungsi itu tidak implisit bahwa golongan yang satu mempunyai harga yang lebih
tinggi dari yang lain. Sebagai metode primer, wawancara mengemban suatu tugas
yang sangat penting. Sebagai pelengkap metode, wawancara menjadi sumber
informasi yang sangat berharga. Dan sebagai kriterium, wawancara menjadi alat
yang memberikan pertimbangan yang memutuskan. Ditinjau dari segi tersebut, tiga
fungsi pokok itu justru memperlihatkan bahwa wawancara merupakan suatu metode
yang serba guna.
Jenis Wawancara
a) Ditinjau dari segi
banyaknya interviewee yang terlibat, wawancara dikelompokkan menjadi 2 :
o Wawancara Pribadi
Dalam wawancara pribadi
tiap-tiap kali wawancara hanya berhadap-hadapan secara face to face seorang
pewawancara dengan seorang subyek wawancara. Wawancara secara ini memberikan
privacy yang maksimal sehingga kemungkinan untuk memperoleh data yang intensif
memang sangat besar. Jika checking dapat dilakukan dalam wawancara itu juga,
maka ketelitian dan kemantapan informasi yang diperoleh akan dapat dicapai
secara maksimal. Kecuali itu dalam wawancara personal pengobservasian ekspresi
dan gerak-gerik yang diwawancara akan dapat dilakukan lebih mudah. Ini akan
memberikan bantuan yang tidak kecil kepada pewawancara dalam memberikan
pernilaian terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh yang diwawancara,
pernilaian mana akan memberikan kesempatan kepada pewawancara untuk memutuskan
apakahia perlumelancarkan suatu probing atau tidak, perlu memberikan
paraphrasing atau tidak.
o Wawancara Kelompok
Dalam wawancara kelompok
seorang pewawancara (atau lebih) sekaligus menghadapi dua orang atau lebih yang
diwawancara. Hadirnya dua orang yang diwawancara itu sebenarnya bukan ciri
mutlak dari wawancara kelompok.
Ditinjau dari segi waktu
dan tenaga penyelenggaraan, wawancara kelompok Belum tentu lebih efisien
daripada wawancara pribadi. Dalam praktik, tidak jarang wawancara secara
kelompok memakan waktu dan tenaga yang lebih banyak. Hal ini terjadi jika
anggota-anggota kelompok yang diwawancara saling berebutan ingin memberikan
keterangan atau memberikan penjelasan-penjelasan yang pada hakekatnya hanya
mengulang-ulang apa yang sudah diterangkan lebih dahulu oleh rekan-rekannya,
atau di antara sesama yang diwawancara tidak terdapat kesamaan pendangan atau
keterangan sehingga menimbulkan semacam debat di antara mereka sendiri. Akan
tetapi konsumsi waktu dan tenaga akan dapat dihemat dalam wawancara kelompok
jika pertanyaan hanya mengenai fakta-fakta obyektif yang sederhana,
keadaan-keadaan yang tidak menimbulkan perselisihan, dan pendapat-pendapat yang
tidak simpang-siur.
Wawancara kelompok sangat
berguna sebagai alat pengumpulan data yang sekaligus difungsikan sebagai proses
check crosscheck. Jika dapat dibentuk suasana sahabat karib yang
sebebas-bebasnya, wawancara kelompok tidak hanya menjadi alat untuk memperoleh
informasi tentang suatu konteks sosial yang luas dan lengkap, tetapi juga
informasi-informasi tentang aksi-reaksi pribadi dalam konteks sosial itu. Para
anggota dapat saling mengontrol jawaban rekan-rekannya, melengkapi mana-mana
yang kurang, dan lebih menjelaskan mana-mana yang dipandang masih samar-samar atau
kabur.
b) Ditinjau dari struktur
wawancaranya, wawancara dikelompokkan menjadi 3 :
o Wawancara tidak
berstruktur, tidak berstandard, informal, atau berfokus
Wawancara ini biasanya
diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau daftar topik yang akan dicakup dalam
wawancara. Namun tidak ada pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya kecuali dalam
wawancara yang awal sekali.
Jenis wawancara ini
bersifat fleksibel dan memungkinkan peneliti mengikuti minat dan pemikiran
partisipan. Pewawancara dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada
partisipan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Hal ini dapat
ditindaklanjuti, tetapi peneliti juga mempunyai agenda sendiri yaitu tujuan
penelitian yang dimiliki dalam pikirannya dan isyu tertentu yang akan digali. Namun
pengarahan dan pengendalian wawancara oleh peneliti sifatnya minimal. Umumnya,
ada perbedaan hasil wawancara pada tiap partisipan, tetapi dari yang awal
biasanya dapat dilihat pola tertentu. Partisipan bebas menjawab, baik isi
maupun panjang pendeknya paparan, sehingga dapat diperoleh informasi yang
sangat dalam dan rinci.
Wawancara jenis ini
terutama cocok bila peneliti mewawancarai partispan lebih dari satu kali.
Wawancara ini menghasilkan data yang paling kaya, tetapi juga memiliki dross
rate paling tinggi, terutama apabila pewawancaranya tidak berpengalaman. Dross
rate adalah jumlah materi atau informasi yang tidak berguna dalam penelitian.
o Wawancara Semi
Berstruktur
Wawancara ini dimulai
dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara bukanlah
jadwal seperti dalam penelitian kuantitatif. Sekuensi pertanyaan tidaklah sama
pada tiap partisipan bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap
individu. Namun pedoman wawancara menjamin bahwa peneliti mengumpulkan jenis
data yang sama dari para partisipan. Peneliti dapat menghemat waktu melalui
cara ini. Dross rate lebih rendah daripada wawancara tidak berstruktur.
Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan dan memutuskan sendiri mana isyu yang
dimunculkan.
Pedoman wawancara
berfokus pada subyek area tertentu yang diteliti, tetapi dapat direvisi setelah
wawancara karena ide yang baru muncul belakangan. Walaupun pewawancara
bertujuan mendapatkan perspektif partisipan, mereka harus ingat bahwa mereka
perlu mengendalikan diri sehingga tujuan penelitian dapat dicapai dan topik
penelitian tergali.
o Wawancara berstruktur
atau berstandard
Peneliti kualitatif
jarang sekali menggunakan jenis wawancara ini. Beberapa keterbatasan pada
wawancara jenis ini membuat data yang diperoleh tidak kaya. Jadwal wawancara
berisi sejumlah pertanyaan yang telah direncanakan sebelumnya. Tiap partisipan
ditanyakan pertanyaan yang sama dengan urutan yang sama pula. Jenis wawancara
ini menyerupai kuesioner survei yang tertulis. Wawancara ini menghemat waktu
dan membatasi efek pewawancara bila sejumlah pewawancara yang berbeda terlibat
dalam penelitian. Analisis data tampak lebih mudah sebagaimana jawaban yang
dapat ditemukan dengan cepat. Umumnya, pengetahuan statistik penting dan
berguna untuk menganalisis jenis wawancara ini. Namun jenis wawancara ini
mengarahkan respon partisipan dan oleh karena itu tidak tepat digunakan pada
pendekatan kualitatif. Wawancara berstruktur bisa berisi pertanyaan terbuka,
namun peneliti harus diingatkan terhadap hal ini sebagai isyu metodologis yang
akan mengacaukan dan akan jadi menyulitkan analisisnya
Proses Wawancara
Untuk memperoleh
informasi yang rinci dan obyektif, seorang penyelidik dalam mengadakan
wawancara tidak dapat bersikap egois dalam arti hanya mementingkan kebutuhannya
sendiri semata-mata tanpa memperhatikan situasi orang yang diwawancara. Benar
ia memerlukan data, data yang seteliti-telitinya dan sebanyak-banyaknya. Tetapi
sementara ia harus dapat menggali fakta-fakta yang sedalam-dalamnya, ia tidak
bisa mengabaikan perasaan dan reaksi benda hiduup yang simpati dan antipati,
serta mempunyai kebebasan untuk menjawab atau tidak menjawab pertanyaan yang
diajukan kepadanya. Ia bisa tersinggung oleh sikap dan kata-kata, dan ia bisa
berbuat acuh-tak-acuh atau memberi jawaban yang tidak semestinya. Oleh sebab
itu tak akan pada tempatnya jika penyelidik bersikap tak mau tahu terhadap
kenyataan itu, tetapi ia mengharapkan informasi yang sebaik-baiknya dan
secukup-cukupnya dari yang diwawancara.
Tahapan yang dapat digunakan
dalam wawancara adalah:
·
Tentukan jenis wawancara yang akan digunakan. Kalau penelitian
kualitatif, sebaiknya gunakan wawancara tidak terstruktur untuk pewawancara
yang sudah berpengalaman, atau semi terstruktur untuk pewawancara yang belum
berpengalaman.
·
Rencanakan item pertanyaan dengan baik sehingga pelaksanaan akan
lebih efisien. Pewawancara harus mengerti tentang topik penelitian dan
informasi apa saja yang akan diungkap dari responden.
·
Bagi pewawancara yang belum berpengalaman, tidak ada salahnya
untuk melakukan latihan, atau simulasi terlebih dahulu. Bisa juga dengan
mengikuti proses wawancara yang dilakukan oleh rekan yang lebih senior.
·
Gunakan sarana semaksimal mungkin sehingga informasi yang ada
tidak terlewatkan. Buatlah panduan dengan checklist (seperti metode
dokumentasi) atau gunakan alat perekam audio atau video.
·
Aturlah waktu dengan baik agar pelaksanaan wawancara dapat
berjalan dengan efektif dan jika perlu dapat dilakukan tatap muka lebih dari
satu kali sesuai dengan keperluan penelitian.
Waktu dan tempat
wawancara harus dirundingkan sebaik-baiknya agar penetapan waktu dan tempat
tidak terlalu menekan keadaan yang diwawancara. Akan lebih baik jika penetapan
waktu dan tempat itu diserahkan kepada yang diwawancara. Jika yang diwawancara
menginginkan privacy, hal ini hendaknya tidak menjadikan keberatan pewawancara.
Field & Morse (1985 dalam Holloway & Wheeler, 1996) menyarankan bahwa
wawancara harus selesai dalam satu jam. Sebenarnya waktu wawancara bergantung
pada partisipan. Peneliti harus melakukan kontrak waktu dengan partisipan,
sehingga mereka dapat merencanakan kegiatannya pada hari itu tanpa terganggu
oleh wawancara, umumnya partisipan memang menginginkan waktunya cukup satu jam.
Peneliti harus menggunakan penilaian mereka sendiri, mengikuti keinginan
partisipan, dan menggunakan waktu sesuai dengan kebutuhan topik penelitiannya.
Umumnya lamanya wawancara tidak lebih dari tiga jam. Jika lebih dari tiga jam,
konsentrasi tidak akan diperoleh bahkan bila wawancara tersebut dilakukan oleh
peneliti berpengalaman sekalipun. Jika dalam waktu yang maksimal tersebut data
belum semua diperoleh, wawancara dapat dilakukan sekali lagi atau lebih.
Beberapa kali wawancara singkat akan lebih efektif dibanding hanya satu kali
dengan waktu yang panjang.
Berbicara dengan orang
lain merupakan aktivitas yang relatif mudah, tetapi melakukan wawancara
merupakan kegiatan yang tidak mudah. Hal ini disebabkan wawancara memiliki
batas-batas metodologis yang harus dipatuhi oleh pewawancara, sedangkan berbicara
(ngobrol) tidak memiliki metodologi tertentu, dalam arti orang boleh saja
mengajak ngobrol lawan bicaranya sesuka hati tanpa dikendalikan oleh misi
pembicaraannya.
Untuk melaksanakan
wawancara dengan baik, maka ada beberapa faktor utama yang harus diperhatikan
dalam wawancara yaitu: bagaimana pewawancara, apa isi wawancara, bagaimana
situasi wawancara, dan bagaimana kesiapan responden. Paling utama di dalam
melakukan wawancara adalah memperhatikan kemampuan pewawancara dalam
mengendalikan wawancaranya. Efektivitas wawancara banyak tergantung pada
pewawancara. Dalam beberapa situasi, diketahui, perasaan rasa aman dari
pewawancara atau responden juga menentukan makna jawaban yang dibutuhkan. Dalam
keadaan yang tidak menjamin rasa aman, kadang kala orang akan bertanya lain
atau menjawab lain dari apa yang sesungguhnya dilakukan, ini semua agar mereka
terhindar dari kesulitan yang dibayangkan akan terjadi.
Pedoman Wawancara
·
Memberi bimbingan tentang pokok yang ditanyakan
·
Menghindarkan kemungkinan lupa tentang beberapa persoalan yang
relevan terhadap pokok penyelidikan
·
Meningkatkan wawancara sebagai metode yang hasilnya memenuhi
prinsip komparabilitas. (Hadi, 1992)
Pedoman wawancara
berstruktur
·
Tentukan tujuan wawancara
·
Buat batasan dari tujuan secara operasional
·
Jabarkan operasioanlisasi dalam rincian
TIPS: tanyakan pada diri
sendiri, mengapa mengajukan suatu pertanyaan?
Pedoman wawancara tidak
terstruktur
·
Tentukan tujuan wawancara
·
Jabarkan tujuan dalam garis besar informasi yang ingin diperoleh
·
Tidak perlu ada pertanyaan rinci, gunakan pedoman bahwa
“peneliti/pewawancara adalah alat”.
Pewawancara
·
Memberikan penjelasan secukupnya pada responden tujuan wawancara
·
Mengikuti pedoman : urutan pertanyaan, penggunaan kata, tidak
melakukan improvisasi
·
Mengendalikan wawancara, tetapi idak terlibat ( tidak sugeftif,
beropini, menginterpretasikan pertanyaan). (Fontana & Frey, 1994)
Sumber – Sumber
Kesalahan
·
Jawaban socially desirable
·
Pada tipe kuesioner, sumber kesalahan cenderung terletak pada
penggunaan katanya
·
Pada teknik bertanya, kasus penambahan kata sering menjadi
sumber kesalahan dalam wawancara. (Fontana & Frey, 1994)
Kesalahan melaporkan
hasil suatu wawancara dapat dicari dari sumber-sumber sebagai berikut:
·
Error of Recognition: disebabkan oleh ingatan pewawancara tidak
dapat bekerja sebagaimana mestinya. Kegagalan ingatan untuk mereproduksi apa
yang sudah ditangkap. Usaha untuk menekan error ini sampai sekecil-kecilnya
harus ditujukan kepada menyingkirkan sebab-sebabnya.
·
Error of Omission. Error ini terjadi jika banyak hal yang
seharusnya dilaporkan, dilewatkan saja dan tidak dilaporkan. Semua laporan
wawancara dalam praktiknya selalu mengalami error ini. Error of omission
terjadi yang paling sedikit pada wawancara yang dicatat secara mekanik (dengan
tape recorder, dictaphone, dan semacamnya), lebih banyak pada wawancara yang
dicatat dengan kode-kode, lebih banyak lagi pada wawancara yang dicatat secara
biasa, dan paling banyak pada wawancara yang tidak dicatat.
·
Error of Addition. Error ini terjadi karena penulis laporan
telah terlalu melebih-lebihkan atau telah memasak jawaban-jawaban yang
diwawancara. Kecenderungan menambah-nambah ini dapat dicegah jika pelapor tidak
mengenalkan logikanya sendiripada logika orang yang diwawancara.
·
Error of Substitution. pelapor tidak dapat mengingat-ingat
dengan benar apa yang sudah dikatakan oleh yang diwawancara, tetapi dalam
laporannya mencoba mengganti apa yang ia lupakan dengan kata-kata lain yang
mempunyai arti yang lain daripada yang dimaksudkan oleh penjawab. Ada baiknya
jika ada hal-hal yang khusus atau meragu-ragukan diterangkan artinya dan
dicatat sebaik-baiknya.
·
Error of Trasposition. Error ini terjadi jika ingatan pelapor
tidak mampu mereproduksi keurutan kejadian menurut waktu atau hubungan antara fakta-fakta
seperti apa adanya, dan pelapor menuliskan keurutan atauhubungan itu tidak
sperti adanya. Error ini lebih jarang terjadi daripada error of omission,
tetapi lebih sering daripada error of addition dan error of substitution.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar