Tuliskan Deskripsi Yang Akan Anda Tampilkan

Translate

Selasa, 26 Mei 2015

Pengertian Dan Fungsi Wawancara Menurut Para Ahli


Pengertian Dan Fungsi Wawancara Menurut Para Ahli 
Wawancara, menurut Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. 

Menurut Sutrisno Hadi ( 1989:192 ), wawancara, sebagai sesuatu proses tanya-jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri suaranya, tampaknya merupakan alat pemgumpulan informasi yang langsung tentang beberapa jenis data social, baik yang terpendam (latent) maupun yang memanifes. Wawancara adalah alat yang sangat baik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivations, serta proyeksi seseorang terhadap masa depannya ; mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang serta rahasia-rahasia hidupnya. Selain itu wawancara juga dapat digunakan untuk menangkap aksi-reaksi orang dalam bentuk ekspresi dalam pembicaraan-pembicaraan sewaktu tanya-jawab sedang berjalan. Di tangan seorang pewawancara yang mahir, wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sekaligus dapat mengecek dan sebagai bahan ricek ketelitian dan kemantapannya. Keterangan-keterangan verbal dicek dengan ekspresi-ekspresi muka serta gerak-gerik tubuh, sedangkan ekspresi dan gerak-gerik dicek dengan pertanyaan-verbal.

Fungsi Wawancara 
Fungsi wawancara pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam tiga golongan besar: 

(1) sebagai metode primer
Wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data, atau sebagai metode diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data lainnya.

(2) sebagai metode pelengkap
Ketika wawancara digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain.

(3) sebagai kriterium
Pada saat-saat tertentu metode wawancara digunakan orang untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu datum yang telah diperoleh dengan cara lain, seperti observasi, test, kuesioner, dan sebagainya. Dalam fungsinya sebagai kriterium ini, wawancara harus diselenggarakan dengan berhati-hati sebab untuk dijadikan batu penilai, wawancara tidak boleh diragukan kemampuannya untuk menggali fakta-fakta secara teliti.


Dalam tiga golongan fungsi itu tidak implisit bahwa golongan yang satu mempunyai harga yang lebih tinggi dari yang lain. Sebagai metode primer, wawancara mengemban suatu tugas yang sangat penting. Sebagai pelengkap metode, wawancara menjadi sumber informasi yang sangat berharga. Dan sebagai kriterium, wawancara menjadi alat yang memberikan pertimbangan yang memutuskan. Ditinjau dari segi tersebut, tiga fungsi pokok itu justru memperlihatkan bahwa wawancara merupakan suatu metode yang serba guna.

Jenis Wawancara 
a) Ditinjau dari segi banyaknya interviewee yang terlibat, wawancara dikelompokkan menjadi 2 :

o Wawancara Pribadi
Dalam wawancara pribadi tiap-tiap kali wawancara hanya berhadap-hadapan secara face to face seorang pewawancara dengan seorang subyek wawancara. Wawancara secara ini memberikan privacy yang maksimal sehingga kemungkinan untuk memperoleh data yang intensif memang sangat besar. Jika checking dapat dilakukan dalam wawancara itu juga, maka ketelitian dan kemantapan informasi yang diperoleh akan dapat dicapai secara maksimal. Kecuali itu dalam wawancara personal pengobservasian ekspresi dan gerak-gerik yang diwawancara akan dapat dilakukan lebih mudah. Ini akan memberikan bantuan yang tidak kecil kepada pewawancara dalam memberikan pernilaian terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh yang diwawancara, pernilaian mana akan memberikan kesempatan kepada pewawancara untuk memutuskan apakahia perlumelancarkan suatu probing atau tidak, perlu memberikan paraphrasing atau tidak.

o Wawancara Kelompok
Dalam wawancara kelompok seorang pewawancara (atau lebih) sekaligus menghadapi dua orang atau lebih yang diwawancara. Hadirnya dua orang yang diwawancara itu sebenarnya bukan ciri mutlak dari wawancara kelompok.

Ditinjau dari segi waktu dan tenaga penyelenggaraan, wawancara kelompok Belum tentu lebih efisien daripada wawancara pribadi. Dalam praktik, tidak jarang wawancara secara kelompok memakan waktu dan tenaga yang lebih banyak. Hal ini terjadi jika anggota-anggota kelompok yang diwawancara saling berebutan ingin memberikan keterangan atau memberikan penjelasan-penjelasan yang pada hakekatnya hanya mengulang-ulang apa yang sudah diterangkan lebih dahulu oleh rekan-rekannya, atau di antara sesama yang diwawancara tidak terdapat kesamaan pendangan atau keterangan sehingga menimbulkan semacam debat di antara mereka sendiri. Akan tetapi konsumsi waktu dan tenaga akan dapat dihemat dalam wawancara kelompok jika pertanyaan hanya mengenai fakta-fakta obyektif yang sederhana, keadaan-keadaan yang tidak menimbulkan perselisihan, dan pendapat-pendapat yang tidak simpang-siur.

Wawancara kelompok sangat berguna sebagai alat pengumpulan data yang sekaligus difungsikan sebagai proses check crosscheck. Jika dapat dibentuk suasana sahabat karib yang sebebas-bebasnya, wawancara kelompok tidak hanya menjadi alat untuk memperoleh informasi tentang suatu konteks sosial yang luas dan lengkap, tetapi juga informasi-informasi tentang aksi-reaksi pribadi dalam konteks sosial itu. Para anggota dapat saling mengontrol jawaban rekan-rekannya, melengkapi mana-mana yang kurang, dan lebih menjelaskan mana-mana yang dipandang masih samar-samar atau kabur. 

b) Ditinjau dari struktur wawancaranya, wawancara dikelompokkan menjadi 3 :
o Wawancara tidak berstruktur, tidak berstandard, informal, atau berfokus
Wawancara ini biasanya diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau daftar topik yang akan dicakup dalam wawancara. Namun tidak ada pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya kecuali dalam wawancara yang awal sekali.

Jenis wawancara ini bersifat fleksibel dan memungkinkan peneliti mengikuti minat dan pemikiran partisipan. Pewawancara dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada partisipan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Hal ini dapat ditindaklanjuti, tetapi peneliti juga mempunyai agenda sendiri yaitu tujuan penelitian yang dimiliki dalam pikirannya dan isyu tertentu yang akan digali. Namun pengarahan dan pengendalian wawancara oleh peneliti sifatnya minimal. Umumnya, ada perbedaan hasil wawancara pada tiap partisipan, tetapi dari yang awal biasanya dapat dilihat pola tertentu. Partisipan bebas menjawab, baik isi maupun panjang pendeknya paparan, sehingga dapat diperoleh informasi yang sangat dalam dan rinci.

Wawancara jenis ini terutama cocok bila peneliti mewawancarai partispan lebih dari satu kali. Wawancara ini menghasilkan data yang paling kaya, tetapi juga memiliki dross rate paling tinggi, terutama apabila pewawancaranya tidak berpengalaman. Dross rate adalah jumlah materi atau informasi yang tidak berguna dalam penelitian.

o Wawancara Semi Berstruktur
Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara bukanlah jadwal seperti dalam penelitian kuantitatif. Sekuensi pertanyaan tidaklah sama pada tiap partisipan bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu. Namun pedoman wawancara menjamin bahwa peneliti mengumpulkan jenis data yang sama dari para partisipan. Peneliti dapat menghemat waktu melalui cara ini. Dross rate lebih rendah daripada wawancara tidak berstruktur. Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan dan memutuskan sendiri mana isyu yang dimunculkan.

Pedoman wawancara berfokus pada subyek area tertentu yang diteliti, tetapi dapat direvisi setelah wawancara karena ide yang baru muncul belakangan. Walaupun pewawancara bertujuan mendapatkan perspektif partisipan, mereka harus ingat bahwa mereka perlu mengendalikan diri sehingga tujuan penelitian dapat dicapai dan topik penelitian tergali. 

o Wawancara berstruktur atau berstandard
Peneliti kualitatif jarang sekali menggunakan jenis wawancara ini. Beberapa keterbatasan pada wawancara jenis ini membuat data yang diperoleh tidak kaya. Jadwal wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang telah direncanakan sebelumnya. Tiap partisipan ditanyakan pertanyaan yang sama dengan urutan yang sama pula. Jenis wawancara ini menyerupai kuesioner survei yang tertulis. Wawancara ini menghemat waktu dan membatasi efek pewawancara bila sejumlah pewawancara yang berbeda terlibat dalam penelitian. Analisis data tampak lebih mudah sebagaimana jawaban yang dapat ditemukan dengan cepat. Umumnya, pengetahuan statistik penting dan berguna untuk menganalisis jenis wawancara ini. Namun jenis wawancara ini mengarahkan respon partisipan dan oleh karena itu tidak tepat digunakan pada pendekatan kualitatif. Wawancara berstruktur bisa berisi pertanyaan terbuka, namun peneliti harus diingatkan terhadap hal ini sebagai isyu metodologis yang akan mengacaukan dan akan jadi menyulitkan analisisnya

Proses Wawancara 
Untuk memperoleh informasi yang rinci dan obyektif, seorang penyelidik dalam mengadakan wawancara tidak dapat bersikap egois dalam arti hanya mementingkan kebutuhannya sendiri semata-mata tanpa memperhatikan situasi orang yang diwawancara. Benar ia memerlukan data, data yang seteliti-telitinya dan sebanyak-banyaknya. Tetapi sementara ia harus dapat menggali fakta-fakta yang sedalam-dalamnya, ia tidak bisa mengabaikan perasaan dan reaksi benda hiduup yang simpati dan antipati, serta mempunyai kebebasan untuk menjawab atau tidak menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Ia bisa tersinggung oleh sikap dan kata-kata, dan ia bisa berbuat acuh-tak-acuh atau memberi jawaban yang tidak semestinya. Oleh sebab itu tak akan pada tempatnya jika penyelidik bersikap tak mau tahu terhadap kenyataan itu, tetapi ia mengharapkan informasi yang sebaik-baiknya dan secukup-cukupnya dari yang diwawancara.

Tahapan yang dapat digunakan dalam wawancara adalah: 
·                     Tentukan jenis wawancara yang akan digunakan. Kalau penelitian kualitatif, sebaiknya gunakan wawancara tidak terstruktur untuk pewawancara yang sudah berpengalaman, atau semi terstruktur untuk pewawancara yang belum berpengalaman. 
·                     Rencanakan item pertanyaan dengan baik sehingga pelaksanaan akan lebih efisien. Pewawancara harus mengerti tentang topik penelitian dan informasi apa saja yang akan diungkap dari responden. 
·                     Bagi pewawancara yang belum berpengalaman, tidak ada salahnya untuk melakukan latihan, atau simulasi terlebih dahulu. Bisa juga dengan mengikuti proses wawancara yang dilakukan oleh rekan yang lebih senior. 
·                     Gunakan sarana semaksimal mungkin sehingga informasi yang ada tidak terlewatkan. Buatlah panduan dengan checklist (seperti metode dokumentasi) atau gunakan alat perekam audio atau video. 
·                     Aturlah waktu dengan baik agar pelaksanaan wawancara dapat berjalan dengan efektif dan jika perlu dapat dilakukan tatap muka lebih dari satu kali sesuai dengan keperluan penelitian. 
Waktu dan tempat wawancara harus dirundingkan sebaik-baiknya agar penetapan waktu dan tempat tidak terlalu menekan keadaan yang diwawancara. Akan lebih baik jika penetapan waktu dan tempat itu diserahkan kepada yang diwawancara. Jika yang diwawancara menginginkan privacy, hal ini hendaknya tidak menjadikan keberatan pewawancara. Field & Morse (1985 dalam Holloway & Wheeler, 1996) menyarankan bahwa wawancara harus selesai dalam satu jam. Sebenarnya waktu wawancara bergantung pada partisipan. Peneliti harus melakukan kontrak waktu dengan partisipan, sehingga mereka dapat merencanakan kegiatannya pada hari itu tanpa terganggu oleh wawancara, umumnya partisipan memang menginginkan waktunya cukup satu jam. Peneliti harus menggunakan penilaian mereka sendiri, mengikuti keinginan partisipan, dan menggunakan waktu sesuai dengan kebutuhan topik penelitiannya. Umumnya lamanya wawancara tidak lebih dari tiga jam. Jika lebih dari tiga jam, konsentrasi tidak akan diperoleh bahkan bila wawancara tersebut dilakukan oleh peneliti berpengalaman sekalipun. Jika dalam waktu yang maksimal tersebut data belum semua diperoleh, wawancara dapat dilakukan sekali lagi atau lebih. Beberapa kali wawancara singkat akan lebih efektif dibanding hanya satu kali dengan waktu yang panjang.

Berbicara dengan orang lain merupakan aktivitas yang relatif mudah, tetapi melakukan wawancara merupakan kegiatan yang tidak mudah. Hal ini disebabkan wawancara memiliki batas-batas metodologis yang harus dipatuhi oleh pewawancara, sedangkan berbicara (ngobrol) tidak memiliki metodologi tertentu, dalam arti orang boleh saja mengajak ngobrol lawan bicaranya sesuka hati tanpa dikendalikan oleh misi pembicaraannya. 

Untuk melaksanakan wawancara dengan baik, maka ada beberapa faktor utama yang harus diperhatikan dalam wawancara yaitu: bagaimana pewawancara, apa isi wawancara, bagaimana situasi wawancara, dan bagaimana kesiapan responden. Paling utama di dalam melakukan wawancara adalah memperhatikan kemampuan pewawancara dalam mengendalikan wawancaranya. Efektivitas wawancara banyak tergantung pada pewawancara. Dalam beberapa situasi, diketahui, perasaan rasa aman dari pewawancara atau responden juga menentukan makna jawaban yang dibutuhkan. Dalam keadaan yang tidak menjamin rasa aman, kadang kala orang akan bertanya lain atau menjawab lain dari apa yang sesungguhnya dilakukan, ini semua agar mereka terhindar dari kesulitan yang dibayangkan akan terjadi.

Pedoman Wawancara 
·                     Memberi bimbingan tentang pokok yang ditanyakan
·                     Menghindarkan kemungkinan lupa tentang beberapa persoalan yang relevan terhadap pokok penyelidikan
·                     Meningkatkan wawancara sebagai metode yang hasilnya memenuhi prinsip komparabilitas. (Hadi, 1992)

Pedoman wawancara berstruktur
·                     Tentukan tujuan wawancara
·                     Buat batasan dari tujuan secara operasional
·                     Jabarkan operasioanlisasi dalam rincian

TIPS: tanyakan pada diri sendiri, mengapa mengajukan suatu pertanyaan?
Pedoman wawancara tidak terstruktur
·                     Tentukan tujuan wawancara
·                     Jabarkan tujuan dalam garis besar informasi yang ingin diperoleh
·                     Tidak perlu ada pertanyaan rinci, gunakan pedoman bahwa “peneliti/pewawancara adalah alat”.

Pewawancara
·                     Memberikan penjelasan secukupnya pada responden tujuan wawancara
·                     Mengikuti pedoman : urutan pertanyaan, penggunaan kata, tidak melakukan improvisasi
·                     Mengendalikan wawancara, tetapi idak terlibat ( tidak sugeftif, beropini, menginterpretasikan pertanyaan). (Fontana & Frey, 1994)
Sumber – Sumber Kesalahan 
·                     Jawaban socially desirable
·                     Pada tipe kuesioner, sumber kesalahan cenderung terletak pada penggunaan katanya
·                     Pada teknik bertanya, kasus penambahan kata sering menjadi sumber kesalahan dalam wawancara. (Fontana & Frey, 1994)
Kesalahan melaporkan hasil suatu wawancara dapat dicari dari sumber-sumber sebagai berikut: 
·                     Error of Recognition: disebabkan oleh ingatan pewawancara tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Kegagalan ingatan untuk mereproduksi apa yang sudah ditangkap. Usaha untuk menekan error ini sampai sekecil-kecilnya harus ditujukan kepada menyingkirkan sebab-sebabnya. 
·                     Error of Omission. Error ini terjadi jika banyak hal yang seharusnya dilaporkan, dilewatkan saja dan tidak dilaporkan. Semua laporan wawancara dalam praktiknya selalu mengalami error ini. Error of omission terjadi yang paling sedikit pada wawancara yang dicatat secara mekanik (dengan tape recorder, dictaphone, dan semacamnya), lebih banyak pada wawancara yang dicatat dengan kode-kode, lebih banyak lagi pada wawancara yang dicatat secara biasa, dan paling banyak pada wawancara yang tidak dicatat. 
·                     Error of Addition. Error ini terjadi karena penulis laporan telah terlalu melebih-lebihkan atau telah memasak jawaban-jawaban yang diwawancara. Kecenderungan menambah-nambah ini dapat dicegah jika pelapor tidak mengenalkan logikanya sendiripada logika orang yang diwawancara. 
·                     Error of Substitution. pelapor tidak dapat mengingat-ingat dengan benar apa yang sudah dikatakan oleh yang diwawancara, tetapi dalam laporannya mencoba mengganti apa yang ia lupakan dengan kata-kata lain yang mempunyai arti yang lain daripada yang dimaksudkan oleh penjawab. Ada baiknya jika ada hal-hal yang khusus atau meragu-ragukan diterangkan artinya dan dicatat sebaik-baiknya. 
·                     Error of Trasposition. Error ini terjadi jika ingatan pelapor tidak mampu mereproduksi keurutan kejadian menurut waktu atau hubungan antara fakta-fakta seperti apa adanya, dan pelapor menuliskan keurutan atauhubungan itu tidak sperti adanya. Error ini lebih jarang terjadi daripada error of omission, tetapi lebih sering daripada error of addition dan error of substitution.


Tidak ada komentar: